PJSBABEL.COM

PRO JURNALISMEDIA SIBER BANGKA BELITUNG

Pakai Ambulans dan Jaringan ATEM: Terkuak Skema Gelap Hilangnya 17 Ventilator RSUP

Bangka Belitung Pjsbabel.com — Aroma busuk korupsi dan kejahatan terorganisir kini tercium kuat dari balik skandal hilangnya 17 unit ventilator di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tak tanggung-tanggung, nilai total kerugian negara ditaksir mencapai Rp15 miliar, sebuah angka yang mencengangkan sekaligus menyakitkan di tengah kebutuhan rakyat terhadap fasilitas kesehatan yang layak. Senin (14/7/2025).

Polda Kepulauan Bangka Belitung telah bergerak cepat. Dalam kurun waktu kurang dari dua pekan, tiga terduga pelaku berhasil diamankan. Namun, pertanyaan besar masih menggantung di udara: siapa otak intelektual di balik kejahatan ini?

Siapa yang mengatur, mengendalikan, dan mendapat keuntungan terbesar dari penjualan ilegal alat kesehatan vital yang biasa digunakan untuk menyelamatkan nyawa pasien kritis itu?

Ketua LSM Team Operasional Penyelamatan Aset Negara-Republik Indonesi (TOPAN-RI) DPW Bangka Belitung, Muhamad Zen, menjadi salah satu pihak yang paling vokal mendesak penegak hukum untuk tidak berhenti pada pelaku lapangan semata.

Ia meminta agar kasus ini diusut tuntas hingga ke akar-akarnya, termasuk dugaan keterlibatan pejabat internal RSUP maupun pihak luar yang menjadi penadah barang curian.

“Ini bukan kasus maling biasa. Ini adalah kejahatan besar yang sangat terorganisir. Ventilator itu bukan barang yang bisa dijual di pinggir jalan. Ini butuh orang-orang dengan keahlian teknis, jejaring distribusi, dan akses ke pasar gelap alat medis,” ujar Zen kepada jejaring KBO Babel usai membuat laporan pengaduan ke Kapolri dan Kabareskrim di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Zen menilai pencurian ventilator ini bukan insiden tunggal. Ia menyebut, berdasarkan informasi yang dikumpulkannya, pengeluaran ventilator dilakukan secara bertahap dan sangat terencana.

Bahkan, sebelum dijual ke Jakarta, alkes-alkes itu sempat dibawa keluar menggunakan mobil ambulans milik RSUP, dan disembunyikan sementara di rumah salah satu tersangka di Desa Air Anyir.

Lebih jauh, Zen mengungkap bahwa transaksi alkes jenis ventilator tidak bisa dilakukan sembarang orang. Barang ini tergolong alat teknologi tinggi, hanya bisa dinilai kelayakan dan fungsinya oleh tenaga khusus, yakni lulusan Akademi Teknik Elektromedik (ATEM).

Salah satu tersangka yang diamankan, Jovis, merupakan ASN P3K di RSUP Ir. Soekarno, sekaligus alumnus ATEM. Ia menjabat sebagai Analis Teknik Elektromedik, sosok yang sangat memahami seluk-beluk fungsi, kerusakan, hingga potensi rekondisi peralatan kesehatan.

“Jovis ini punya akses, pengetahuan teknis, dan jaringan komunitas yang luas. Di kalangan ATEM, ada forum diskusi dan pertukaran informasi soal rekondisi dan pemasaran alat medis. Jadi sangat mungkin barang curian ini dijual ke jejaring yang lebih besar, bahkan lintas negara,” jelas Zen.

Dua tersangka lainnya adalah Riki dan Firman. Riki adalah Pegawai Harian Lepas (PHL) yang bekerja di Gudang Farmasi RSUP, bertugas mendistribusikan obat-obatan dan bahan medis ke ruang-ruang pelayanan. Sebelumnya, ia adalah satpam di RSUP selama hampir 10 tahun.

Sementara Firman merupakan sopir ambulans, yang juga pernah menjabat sebagai satpam RS Covid-19 pada masa pandemi. Keduanya dinilai memiliki akses penting dan keterlibatan logistik dalam keluar-masuknya barang.

“Orang-orang ini bukan aktor utama. Mereka cuma bagian kecil dari skema besar. Saya mendesak Polda Babel agar jangan puas dengan penangkapan ini saja. Harus ditelusuri siapa pembeli barangnya, siapa penghubungnya, dan siapa yang memberikan izin diam-diam,” tegas Zen.

Lebih mencengangkan lagi, berdasarkan penelusuran Zen, sejumlah ventilator bekas sering kali “disulap” menjadi baru di luar negeri. Salah satu praktik rekondisi alkes paling terkenal dilakukan di Singapura, tempat di mana perangkat lama diberi casing baru dan diganti mereknya, sehingga tampak seperti alat baru.

“Bayangkan, alat bekas disulap jadi baru, diberi merek lain, dan dijual kembali dengan harga tinggi. Ini bukan cuma pencurian, ini perampokan yang dilakukan dengan kecanggihan teknologi,” ucapnya.

Diketahui, harga ventilator sangat tergantung dari negara asalnya. Produk dari Amerika Serikat bisa mencapai Rp1,2 miliar, Eropa Rp800 juta, Jepang Rp600 juta, dan Cina sekitar Rp300 juta per unit.

Kejadian ini mencuat setelah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, menyampaikan laporan kepada aparat penegak hukum Polda Kepulauan Bangka Belitung, usai menerima temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mendeteksi kehilangan sejumlah besar alkes bantuan hibah dari pemerintah pusat. Dampaknya, Direktur RSUP dr. Ira Ajeng Astried langsung dicopot dari jabatannya.

Namun bagi Zen, pencopotan direktur saja belum cukup. Ia menyebut bahwa ada indikasi pembiaran sistemik, bahkan kemungkinan kongkalikong yang lebih luas di balik peristiwa ini.

“Kalau tidak ada pembiaran, kenapa barang sebesar dan semahal itu bisa keluar dari rumah sakit tanpa terdeteksi selama berbulan-bulan? Di mana fungsi pengawasan internal? Saya khawatir, selain ventilator, ada lebih banyak alkes lain yang juga ikut raib,” tandas Zen.

Zen juga mendesak Polda Babel untuk segera melacak perusahaan jasa ekspedisi yang digunakan dalam pengiriman barang ke Jakarta, sekaligus mengidentifikasi siapa pembelinya.

Menurutnya, penadah dan pembeli akhir dari alat medis hasil curian ini harus diseret ke pengadilan sebagai bagian dari jaringan perusak sistem kesehatan nasional.

“Ini soal nyawa. Ini soal hak rakyat. Dan ini jelas perampokan terhadap aset negara. Jika tidak diusut tuntas, ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia kesehatan dan penegakan hukum,” pungkas Zen.

Kini, publik menanti langkah tegas dan berani dari aparat kepolisian untuk membuka tabir penuh dari kasus ini. Bukan hanya demi menegakkan hukum, tetapi juga menyelamatkan integritas sistem kesehatan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. (Red/Pjsbabel)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *