BANGKA PJSBABEL.COM — Kemarahan nelayan memuncak. Alur sungai yang selama ini menjadi jalur utama perahu mereka mencari nafkah mendadak disesaki belasan ponton tambang timah ilegal. Tak tinggal diam, puluhan massa dari kelompok nelayan Gusung dan Nelayan II Sungailiat bersama warga setempat melakukan aksi penyetopan paksa terhadap aktivitas tambang liar yang merambah ke Daerah Aliran Sungai (DAS), Selasa (1/7/2025) siang.
Aksi yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB itu bukan hanya unjuk rasa biasa. Mereka datang dengan tujuan jelas: mengusir 14 unit ponton tambang ilegal yang kabarnya akan beroperasi di alur Sungai Jalan Laut dan lingkungan Nelayan II, Sungailiat. Lokasi ini bukan sembarang tempat—ini adalah urat nadi mobilitas nelayan lokal menuju laut lepas.
“Kalau tambang ini terus berjalan, habis kami. Alur jadi dangkal, lumpur dari limbah tambang bisa menutup jalur perahu. Ini bukan sekadar rusak lingkungan, tapi merusak hidup kami,” tegas SM (35), salah satu perwakilan nelayan Gusung saat diwawancarai di lokasi.
Menurut SM, tiga unit ponton tambang ilegal sebelumnya telah diam-diam beroperasi selama dua hari terakhir. Namun belakangan, jumlahnya melonjak drastis menjadi 14 unit yang bersiap mengepung alur sungai.
“Ini makin keterlaluan. Lokasi itu jelas alur aktif nelayan, bukan tempat nambang. Kalau dibiarkan, alur ini bisa mati,” tambahnya.
Namun ironisnya, saat massa nelayan mendesak agar ponton segera menghentikan kegiatan dan angkat kaki dari lokasi, tiga unit di antaranya tetap beroperasi dengan sikap seolah tak peduli pada teguran warga. Sikap yang dianggap sebagai bentuk arogansi dan cermin dari kebal hukum.
“Sudah kami tegur, sudah kami usir baik-baik, tapi mereka tetap nambang. Seolah-olah ada yang lindungi. Kami desak aparat hukum turun dan tindak tegas pelaku tambang ilegal ini. Jangan tunggu situasi makin panas,” ujar SM dengan nada geram.
Dari pantauan di lapangan dan informasi yang dihimpun tim media, aktivitas tambang liar ini diduga dikomandoi oleh sejumlah nama yang dikenal publik lokal: Rico alias Ankin, Agus alias Acai, Bagong, dan Yono. Mereka disebut-sebut kerap menjadi aktor lapangan dalam sejumlah kegiatan tambang ilegal yang menyasar wilayah rawan.
Yang membuat situasi makin kompleks, muncul pula dugaan keterlibatan oknum aparat yang membekingi kegiatan ini. Inilah yang disebut warga menjadi alasan utama tambang ilegal terus berulang, meski sudah beberapa kali ditertibkan. “Kalau tidak ada beking, mana mungkin mereka berani sebegitunya,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tak hanya itu, warga juga mencurigai adanya kolaborasi terselubung antara para pelaku tambang dan pemilik dermaga di Jalan Laut Sungailiat, yang dikenal dengan nama Ahak. Dermaga tersebut disebut menjadi titik strategis keluar-masuk logistik dan material tambang, membuat aktivitas ilegal makin sulit disentuh hukum.
Hingga berita ini diturunkan, tim media masih berupaya mengkonfirmasi pihak-pihak terkait, termasuk Polres Bangka dan tokoh-tokoh yang disebut namanya dalam dugaan jaringan tambang liar tersebut.
Keterlibatan aparat dalam bentuk pembiaran atau beking menjadi sorotan serius masyarakat yang mulai gerah dengan aktivitas pertambangan ilegal yang menjamur hingga ke kawasan vital nelayan.
Kemarahan nelayan Gusung dan Nelayan II bukan hanya tentang tambang. Ini tentang harga diri dan hak atas ruang hidup. Mereka tak ingin laut dan sungai tempat mereka bergantung dihancurkan oleh keserakahan segelintir oknum.
Aksi mereka adalah sinyal keras bahwa masyarakat akar rumput sudah muak dengan ketidakadilan dan pembiaran sistematis.
Jika aparat tak segera bertindak, bukan tak mungkin gejolak sosial akan makin membesar. Dan jika itu terjadi, pertanyaannya bukan lagi siapa yang menambang, tapi siapa yang selama ini membiarkannya? (Red/Pjsbabel)
Leave a Reply